PENGARUH KEPUASAN KONSUMEN DAN INSENTIF TERHADAP PERILAKU WOM
(WORD-OF-MOUTH) KONSUMEN JASA ANGKUTAN PENUMPANG BIS ANTAR KOTA
ANTAR PROPINSI KELAS EKSEKUTIF DI BANDUNG
1.1 Latar Belakang
Angkutan penumpang bis, termasuk salah satu bentuk bisnis jasa transportasi yang masih cukup prospektif, meskipun bisnis disektor ini cukup terpukul ketika krisis ekonomi terjadi sejak pertengahan Juli tahun 1997. Di Jawa Barat, sampai tahun 2002 tercatat sebanyak 111 perusahaan angkutan bis yang melayani trayek baik antar kota dalam propinsi maupun antar kota antar propinsi, dengan jumlah armada 3271 bis, (Dinas Perhubungan Jawa Barat,2003). Dari jumlah perusahaan tersebut, 38 perusahaan dintaranya terdapat di Bandung, dan diantara ke 38 perusahaan tersebut, terdapat 7 perusahaan yang melayani trayek Bandung-Palembang.
Banyaknya perusahaan yang bergerak dalam bisnis jasa angkutan penumpang bis, kelas eksekutif khususnya, tentunya menimbulkan konsekuensi pada tajamnya persaingan dalam mendapatkan pelanggan dan mempertahankan pelanggan yang ada. Gejolak lingkungan bisnis tersebut dan adanya pergeseran tuntutan pelanggan, menuntut pihak manajemen perusahaan untuk mampu beradaptasi terhadap perubahan tersebut. Seperti konsumen dengan tingkat kemakmuran yang lebih baik, kini membutuhkan alat transport yang tidak hanya sekedar memenuhi kebutuhannya untuk sampai ketempat tujuan, tetapi lebih jauh dari itu mereka membutuhkan kenyamanan selama perjalanan. Oleh karena itu perusahaan harus mampu memberikan pelayanan yang berkualitas dan memuaskan pelanggannya.
Kualitas pelayanan kepada penumpang merupakan salah satu factor kunci yang paling penting bagi keberhasilan perusahaan angkutan bis, kelas eksekutif khususnya. Menurut Kotler (2000), kualitas dimulai dari pelanggan dan berakhir pada persepsi pelanggan. Pelanggan terlibat dalam suatu proses jasa, maka merekalah yang menentukan kualitas jasa yang mereka rasakan.
Penumpang yang puas dengan jasa yang mereka konsumsi biasanya akan melakukan pembelian ulang, kemudian akan loyal kepada perusahaan, dan lebih penting lagi mereka akan melakukan kegiatan word-of-mouth terutama kepada orang-orang terdekat mereka untuk merekomendasikan menjadi penumpang angkutan perusahaan tersebut. Namun belum banyak literature
yang mengupas secara mendalam tentang kekuatan ‘word-of-mouth’ dalam konteks pemasaran. Seperti yang dikemukakan oleh Silverman (2003; 1),
Kepuasan konsumen, dengan ‘level of satisfaction’ yang berbeda akan memberikan pengaruh yang bebeda pada perilaku word-of-mouth. Penelitian yang dilakukan Anderson (1998) menyimpulkan bahwa konsumen yang sangat puas atas jasa yang mereka konsumsi akan melakukan WOM positif lebih tinggi dari mereka yang puas, dan sebaliknya konsumen yang tidak puas akan melakukan WOM negatif yang lebih tinggi lagi. Dapat dibayangkan apa yang akan terjadi bila hal diatas menimpa perusahaan sayangnya sebagian besar perusahaan jasa angkutan penumpang kelas eksekutif belum menaruh perhatian terhadap pengaruh penting dari word-of-mouth communication tersebut terhadap kinerja pemasarannya dan bagaimana memanfaatkan WOM positif untuk merebut peluang pasar yang lebih besar.
Namun penelitian sejenis dalam konteks jasa angkutan penumpang bis antar kota antar propinsi, khususnya kelas eksekutif sejauh ini belum ditemukan. Oleh karenanya sejauh mana kepuasan konsumen dan insentif dalam menimbulkan perilaku WOM konsumen jasa angkutan penumpang bis antar kota antar propinsi khususnya kelas eksekutif menarik untuk diteliti.
1.2 Identifikasi Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang, dapat diidentifikasi beberapa masalah penelitian sebagai berikut:
1. Bagaimana kepuasan konsumen jasa angkutan penumpang bis antar kota antar propinsi kelas eksekutif di Bandung.
2. Bagaimana tanggapan konsumen terhadap program insentif yang diberikan perusahaan.
3. Apakah kepuasan konsumen (tidak puas, puas dan sangat puas) berpengaruh terhadap perilaku word-of-mouth konsumen jasa angkutan penumpang bis antar kota antar propinsi kelas eksekutif di Bandung
2.1 Daftar Pustaka
Jasa menurut Kotler (2003; 444) adalah setiap tindakan atau aktivitas yang dapat ditawarkan suatu pihak kepada pihak lain, yang bersifat intangible (tidak berwujud) dan tidak menhasilkan kepemilikan sesuatu. Produksi jasa bias dihubungkan dengan produk fisik maupun tidak.
Jasa, dengan beberapa karakteritik-nya, yaitu (Lovelock, 2001; 9): intangibility (tidak dapat dilihat, dirasa, diraba, dicium atau didengar sebelum dibeli), heterogeneity (sifat jasa yang heterogen/variatif menyebabkan sulit distandardisasi), perishability of output (tidak dapat dibentuk persediaan), dan simultaneityof production and consumption or inseparabilityI (proses operasi bersamaan dengan proses konsumsi), menyebabkan pemasaran jasa lebih kompleks dan lebih sulit dari pemasaran barang.
Word-of-mouth communication, pada dasarnya adalah pesan tentang produk atau jasa suatu perusahaan, ataupun tentang perusahaan itu sendiri, dalam bentuk komentar tentang kinerja produk, keramahan, kejujuran, kecepatan pelayanan dan hal lainnya yang dirasakan dan dialami oleh seseorang yang disampaikan kepada orang lain. Pesan yang disampaikan dapat berbentuk pesan yang sifatnya positif maupun negatif bergantung pada apa yang dirasakan oleh sipemberi pesan tersebut atas jasa yang ia konsumsi. Dalam penelitian ini kontstruk perilaku WOM mengacu pada konsep Swan & Oliver (dalam Chew & Jochen, 2001; 12), Perilaku WOM dapat dihubungkan dengan kepuasan dan ketidakpuasan konsumen dengan pengalaman konsumsinya terdahulu (Blodget, 1993; Brown & Beltramini 1989)
Bila dikaitkan dengan kepuasan konsumen, insentif dianggap sebagai katalisator untuk meningkatkan perilaku WOM dari konsumen yang puas dan meredam WOM negatif dari konsumen yang tidak puas atas jasa yang mereka konsumsi. Menurut Swan & Oliver (1989, dalam Chew, 2001),”ketika konsumen merasa puas, WOM positif yang diberikan lebih sering dan lebih mungkin untuk memberikan
rekomendasi pembelian. Namun kepuasan sendiri bukan jaminan bahwa konsumen akan melakukan WOM, tetapi dengan memberikan insentif akan meningkatkan kemungkinan mereka melakukan WOM.
3.1 Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survey explanatory. Populasi sample dalam penelitian ini adalah konsumen jasa angkutan penumpang bis AKAP kelas eksekutif dengan jumlah sample sebanyak 152 responden di lima perusahaan bis jurusan Bandung-Palembang. Penarikan sample menggunakan teknik judgement sampling.
Data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dengan menyebarkan kuestioner kepada responden, juga dilakukan observasi dan wawancara.
Berdasarkan kerangka pemikiran, yang menjadi variable dalam penelitian ini adalah
X1 = Kepuasan konsumen, dengan level of satisfaction: X11 = tidak puas, X12 = puas dan X13 = sangat puas.
X2 = Insentif, dengan rate of incentives: X21 = kupon makan, X22 = 1 tiket gratis untuk 10 tiket rombongan
(atau perorangan dengan frekuensi perjalanan 10 kali selama 1 tahun), X23 = gabungan kupon makan dan tiket gratis.
Y = Perilaku word-of-mouth (WOM), yang meliputi : Y1 = L-WOM (the likelihood to generate word-ofmouth),
Y2 = F-WOM (favorability of word-of-mouth generated), Y3 = Recommend (the likelihood to make purchase recommendation).
4.1 Hasil dan Pembahasan
Berdasarkan data hasil penelitian yang telah diolah, dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Secara rata-rata pelayanan jasa angkutan yang diberikan oleh kelima perusahaan jasa angkutan bis antar kota antar propinsi kelas eksekutif jurusan Bandung-Palembang memuaskan pelanggan. Hal ini dapat dilihat dari persentase konsumen yang puas sebesar 53,3%, diikuti konsumen yang sangat puas 25% dan persentase konsumen yang tidak puas sebesar 21,7%. Namun dengan beberapa catatan kelemahan pada setiap dimensi pelayanannya. Diantaranya, pada dimensi tangibles, titik lemah terutama terletak pada sarana halaman parkir, ruang tunggu yang kurang nyaman, kebersihan ruang tunggu, dan tata letak ruang tunggu. Dimensi empathy, titik lemah terletak pada petugas dan kru bis dalam memahami keluhan penumpang. Dimensi reliability, titik lemah terletak pada luasnya jaringan pelayanan tiket, kualitas konsumsi, dan ketepatan jam keberangkatan. Selanjutnya untuk dimensi responsiveness, titik lemah terletak pada kecepatan pelayanan petugas dalam melayani kebutuhan penumpang selama perjalanan, dan untuk dimensi assurance, titik lemah terletak pada jaminan keselamatan sampai ketujuan, jaminan keamanan selama dalam perjalanan dan keamanan barang bawaan penumpang didalam bis.
2. Program insentif yang diluncurkan, baik itu kupon makan, tiket gratis dan kupon +tiket gratis, mendapatkan tanggapan positif dari konsumen.
.
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan analisis yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa kepuasan konsumen secara mandiri mempunyai pengaruh terhadap perilaku word-of-mouth konsumen pada jasa angkutan penumpang bis AKAP kelas eksekutif di Bandung, begitupun dengan insentif. Dari hasil pengujian pengaruh interaksi kepuasan dan insentif terhadap perilaku WOM, mengindikasikan bahwa insentif merupakan katalisator yang efektif dalam menurunkan WOM negatif yang dilakukan oleh konsumen yang tidak puas, dan dalam meningkatkan WOM positif yang dilakukan oleh konsumen yang puas dengan jasa angkutan yang mereka terima.
SUMBER : blog.umy.ac.id/ghea/files/2011/12/vol1no12009revisi.pdf